Gambut merupakan kumpulan dari sisa pepohonan, lumut, rerumputan dan jasad hewan yang telah membusuk selama ribuan tahun dan berubah menjadi endapan tebal. Gambut biasanya ditemukan di lokasi genangan air. Lahan gambut merupakan ekosistem yang sangat penting bagi Indonesia dan mendapat perhatian istimewa terkait pengelolaan lingkungan di Indonesia.
Gambut menjadi masalah karena budidaya tanaman yang biasanya ditanah mineral diterapkan di lahan gambut sehingga gambut dikeringkan oleh masyarakat. Cadangan air yang ada di lahan gambut semakin terkuras akibat pembuatan sistem drainase ditambah dengan paparan langsung dari sinar matahari. Hal ini menyebabkan terjadinya proses pembusukan sehingga karbon yang ada diahan tersebut berinteraksi dengan oksigen kemudian membentuk gas CO2 yang akan menimbulkan efek rumah kaca.
Eksploitasi besar-besaran terhadap lahan gambut oleh aktifitas pembukaan lahan hutan tanam industri, perkebunan, infrastruktur, dan pemukiman menimbulkan keringnya lahan gambut sehingga yang tersisa adalah gambut itu sendiri dimana tingkat kerentanannya untuk terbakar sangat tinggi. Tidak jarang sejak tahun 2000-an Indonesia memiliki masalah kebakaran lahan gambut. Salah satu kegiatan perlindungan gambut adalah dengan melakukan restorasi, walaupun belum terlalu signifikan dampak yang diberikan, namun akan sangat berguna jika musim kemarau panjang datang.
Badan Restorasi Gambut (BRG) menerapkan pendekatan 3R (rewetting, revegatasi, dan revitalisasi) pada mata pencaharian penduduk. Rewetting dilakukan dengan menyekat kanal atau menutupnya untuk membasahkan kembali lahan gambut yang bertujuan untuk menjaga ketinggian air dilahan gambut minimal 0,4 meter. Kemudian dilakukan pengadaan vegetasi berupa tanaman dan tajuk disekitar lahan gambut dan pemberdayaan masyarakat untuk mengelola lahan gambut dengan menanam tanaman yang memungkinkan seperti nanas, sagu, purun, dan tanaman palu di kultur lainnya serta perikanan air tawar.
Haris Gunawan dan Bambang Setiadi
DOWNLOAD DISINI