Ekosistem lahan gambut merupakan salah satu ekosistem penting yang berperan dalam pembangunan di sektor kehutanan. Saat ini hutan rawa gambut di Asia Tenggara telah hilang pada tingkat yang mengkhawatirkan, yakni lebih dari 90 persen telah dikonversi atau terdegradasi, menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, emisi karbon tahunan sekitar 700 juta tCO2 (tidak termasuk emisi yang terkait dengan kebakaran), penurunan tanah dan konflik sosial. Laju kehilangan dan kerusakan ini disebabkan antara lain oleh ekspansi pertanian tanaman pangan, perluasan perkebunan kelapa sawit, hingga pengembangan hutan tanaman industri (HTI), terutama dengan jenis Acacia crassicarpa. Kondisi ini diperparah oleh kebakaran dan pembalakan liar di hutan rawa gambut yang tersisa. Umumnya, pengembangan/perluasan lahan pertanian skala besar di lahan gambut sudah sangat berkurang, namun budidaya kelapa sawit dan tanaman industri yang belum berkelanjutan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Sebelum kondisi di atas menjadi semakin parah, mulai saat ini perlu diambil langkah-langkah untuk mencegah meluasnya kerusakan di lahan gambut dan untuk mencegah hilangnya mata pencaharian masyarakat di masa depan.
Tanah gambut memang memiliki karakter cepat kering dan mudah terbakar pada saat musim kemarau. Tapi hal itu dapat diantisipasi dengan pembangunan sistem drainase yang baik. Caranya dengan membuat sistem kanal beserta parit-parit serta pintu-pintu air yang berfungsi membuang kelebihan air ketika musim hujan dan menahan air saat musim kemarau. Dengan begitu, air tanah akan terjaga, sehingga tidak mudah terjadi kebakaran. Kuncinya adalah pengelolaan yang benar, disiplin, dan berkesinambungan dalam menjaga agar gambut tetap lembab. Selain itu, pemulihan lahan gambut juga dapat dilakukan melalui penerapan paludikultur, yaitu salah satu alternatif teknik pemulihan ekosistem lahan gambut terdegradasi dengan cara restorasi ekosistem dan pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan. Secara prinsip, paludikultur menggunakan jenis-jenis tanaman (terutama jenis-jenis lokal) yang beradaptasi dengan kondisi biofisik alami ekosistem gambut. Diharapkan tanaman tersebut juga memiliki nilai ekonomis tinggi.
Dr. Hesti Lestari Tata dan Owin Jamasy Ph.D