Minyak kelapa sawit adalah komoditas strategis nasional yang telah berhasil menyumbang pendapatan nasional terbesar di luar sektor pariwisata, minyak, dan gas. Total kontribusi devisa mencapai sekitar 23 miliar USD pada 2018, setara dengan 16% dari total nilai ekspor nasional. Mengacu pada catatan Kementerian Koordinator Perekonomian (2018), industri kelapa sawit juga telah mampu menyerap pekerjaan bagi sekitar 16,2 juta orang. Pemerintah Indonesia juga mencatat bahwa dari total luas perkebunan kelapa sawit nasional yang mencapai sekitar 14,01 juta hektar, 40% adalah perkebunan rakyat swadaya.
Berdasarkan hasil identifikasi, pendataan, dan pemetaan tutupan sawit oleh lembaga swadaya masyarakat diketahui bahwa sekitar 3,47 juta hektar kebun sawit berada di dalam kawasan hutan (Kehati dan Auriga, 2018). Ekspansi kelapa sawit khususnya ke dalam kawasan hutan ini dilakukan oleh hampir semua jenis pelaku usaha sawit: perusahaan, masyarakat sekitar juga kaum migran yang dikenal sebagai sawit rakyat, dan “investor individual”. Sehingga, industri sawit menghadapi banyak kritik dan tantangan dari pihak lokal maupun global. Perkebunan sawit dalam kawasan hutan menunjukkan tata kelola lahan yang tidak efektif. Memahami faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan yang mendorong dan memungkinkan masuknya perkebunan sawit, khususnya sawit rakyat ke dalam kawasan hutan, dapat membantu pengambil kebijakan untuk menyusun usaha perbaikan yang lebih baik.
Di Indonesia, teori pengelolaan hutan secara komunal berwujud dalam implementasi kebijakan Perhutanan Sosial. Melalui Perhutanan Sosial, akses masyarakat lokal terhadap pengambilan sumber daya lokal pada daerah mereka tinggal dijamin oleh negara. Tapi, ternyata akses saja tidak cukup, masyarakat juga perlu pengakuan atas tanah yang mereka kelola. Pandangan ini didukung oleh kepentingan pemerataan ekonomi bagi masyarakat di daerah dan konsep pengelolaan tanah berkelanjutan sebagai akibat kejelasan property right akan lahan. Kebijakan Reforma Agraria menjadi salah satu kebijakan populer yang kemudian dirancang pemerintah.
Penanganan sawit dalam kawasan hutan perlu untuk dilakukan segera. Apakah Perhutanan Sosial dan/atau Reforma Agraria menjadi jawaban baru bagi permasalahan ini? Apakah menyerahkan manajemen kawasan hutan tersebut kepada masyarakat untuk dikelola secara komunal dapat berdampak pada perbaikan pengelolaan kawasan hutan? Dalam rangka mendiseminasikan upaya perbaikan tersebut, maka dilaksanakan diskusi mengenai penanganan sawit dalam kawasan hutan.