Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris pada 19 Oktober 2016 yang ditetapkan melalui Undang-undang (UU) No 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim)
Ratifikasi tersebut merupakan sikap politik Indonesia untuk turut berkontribusi pada usaha-usaha global merespon ancaman perubahan iklim, dan pada saat yang sama terkait dengan upaya pencapaian pembangunan berkelanjutan dan pemberantasan kemiskinan. Sesuai mandat Perjanjian Paris, Pemerintah Indonesia menyusun Nationally Determined Contribution (NDC) pertama, yang menjadi landasan bagi pengembangan kerangka kerja kebijakan, rencana dan program tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Tujuan utama NDC Indonesia adalah mengembangkan landasan yang lebih kokoh menuju pembangunan rendah karbon, serta untuk mengurangi risiko-risiko dari semua sektor pembangunan pada 2030 melalui penguatan kapasitas lokal, perbaikan tata kelola pengetahuan, kebijakan yang terintegrasi antara adaptasi perubahan iklim dengan pengurangan risiko bencana, serta penerapan teknologi adaptif.
Peran aktor non-negara untuk mempercepat tindakan membangun prakarsa kerja sama yang konkret, ambisius dan berkesinambungan juga diakui oleh Pemerintah Indonesia. Aktor non-negara (dunia usaha, kota, wilayah dan entitas sub nasional lainnya, masyarakat sipil, masyarakat adat, perempuan, pemuda, dan perguruan tinggi) dapat bertindak sebagai entitas individual atau dalam kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya.
Dalam laporan berjudul Major Risk or Rosy Opportunity. Are Companies Ready for Climate Change? sekelompok perusahaan terbesar di dunia menyimpulkan, keuntungan kumulatif dari peluang usaha terkait perubahan iklim dapat mencapai US $ 2,1 triliun. Peluang tersebut termasuk peningkatan pendapatan melalui permintaan akan produk dan layanan rendah emisi, pergeseran preferensi konsumen dan peningkatan ketersediaan modal karena lembaga keuangan semakin memilih produsen yang lebih ramah iklim.
Banyak pemangku kepentingan di Indonesia yang memiliki agenda memajukan peran perempuan dalam peningkatan ekonomi keluarga dan masyarakat. Pada Pojok Iklim kali ini, akan coba dipelajari bagaimana perempuan dapat berperan serta membangun ekonomi keluarga dan masyarakat, sambil tetap membangun kesadaran tentang peluang menjadi pelaku pada UKM yang ramah iklim.
Materi dapat diunduh di sini