Perubahan Iklim diakui mempengaruhi produktivitas pertanian dan juga mengancam ketersediaan pangan secara global. Suhu yang meningkat, pola curah hujan yang kian tak pasti menyebabkan kekeringan dan banjir menghadirkan ancaman serius terhadap ketersediaan pangan (IPCC, 2014). Salah satu strategi yang kerap diterapkan adalah menemukan benih yang tangguh, dengan mengeksplorasi sumber daya genetik yang tahan terhadap kondisi yang ada.
Lebih dari 30 tahun, inisiatif untuk membangun lumbung benih komunitas didiskusikan, tetapi masih sedikit perhatian yang diberikan terhadap upaya ini, padahal pengalaman dari banyak negara menunjukkan bank benih komunitas dapat memperkuat daya lenting keluarga petani, dan komunitas yang paling terkena dampak perubahan iklim.
Kehadiran bank benih komunitas dapat menjamin akses komunitas terhadap ketersediaan benih, yang beranekaragam, dengan varietas telah beradaptasi secara lokal, serta meningkatkan hubungan antara pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola benih, termasuk seleksi, penanganan yang tepat, penyimpangan, perbanyakan dan juga distribusi ke komunitas lain yang membutuhkan.
Sayangnya, banyak pengetahuan tentang jenis tanaman dan juga ketrampilan untuk membenihkan berbagai benih lokal yang berpotensi menjadi sumber benih tangguh dalam menghadapi dampak perubahan iklim telah hilang. Beberapa penyebabnya justru program dan praktek atas nama meningkatkan produktivitas pertanian, yang kemudian menghilangkan berbagai jenis keanekaragaman benih pangan dari sawah, ladang, kebun dan juga hutan.
Sehingga menjadi penting upaya untuk segera mengembalikan keanekaragam benih lokal kita, mengakui dan menegakkan kembali hak-hak petani dan kemampuan, pengetahuan dan ketrampilannya sebagai aktor dalam sistem pangan kita ditengah berbagai tantangan. GEF SGP dan Perkumpulan Indonesia Berseru mengajak kita bersama-sama menggali potensi keanekaragaman hayati pangan kita dalam menghadapi dampak perubahan iklim, dan tentunya meletakkan Kembali petani sebagai subyek dalam sistem pangan yang berkelanjutan.
Sejak tahun 1992, Program Negara GEF SGP Indonesia telah memberikan dukungan untuk gerakan akar rumput dalam melestarikan keanekaragaman hayati, mengurangi dampak perubahan iklim, menghentikan degradasi lahan dan mengurangi polusi perairan internasional. Selama bertahun-tahun, GEF SGP Indonesia telah berhasil mendukung total 502 proyek, dengan total pencairan mendekati USD 9 juta yang telah membangun kapasitas penyusunnya dan menimbulkan dampak signifikan dalam pengelolaan lingkungan, mata pencaharian, dan pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan. Program telah berkembang sejalan dengan dinamika pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat dan upaya perlindungan lingkungan. Sejak tahap awal pelaksanaan program, GEF SGP Indonesia menempatkan prioritas tinggi untuk membangun kemitraan langsung dengan organisasi berbasis masyarakat dan organisasi non-pemerintah pendukung mereka. Pada tahap awal, hibah diberikan untuk berbagai proyek masyarakatdan LSM. Dalam beberapa tahun terakhir, Program Negara SGP Indonesia juga telah berpartisipasi dalam sejumlah inisiatif percontohan strategis, memberikan kesempatan bagi kelompok masyarakat untuk bekerja sama dalam inisiatif regional dan lansekap.
Salah satu fokus dukungan dari kegiatan GEF SGP adalah perubahan iklim. Terdapat salah satu tantangan di lapangan berkaitan dengan dampak perubahan iklim adalah produksi pangan lokal. Produksi pangan lokal dan perubahan iklim sangat erat hubungannya. Beberapa tahun terakhir ini banyak kejadian alam yang dirasakan masyarakat terkait perubahan cuaca yang tak menentu terutama bagi para petani, mereka mengeluhkan datangnya musim hujan dan kemarau yang susah diprediksi sehingga menganggu musim tanam dan hasil produksi. Selain itu, serangan hama seperti wereng juga menyerang di berbagai tempat yang sangat merugikan banyak petani.
Perkumpulan Indonesia Berseru (PIB) merupakan salah satu Mitra GEF-SGP yang salah satu kerjanya fokus pada isu Pangan. PIB mendorong agar masyarakat, baik di tingkat produsen pangan (petani, nelayan dan pekebun kecil) dan konsumen memiliki literasi pangan yang kuat, sehingga dapat berkolaborasi untuk mendorong terwujudnya sistem pangan lokal yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Materi diskusi dapat diunduh di sini