Dalam mengendalikan "produksi" gas rumah kaca dari aktifitas manusia, Perjanjian Paris mengamanatkan pelaksanaan Nationally Determined Contribution (NDC) yang berisi rencana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di setiap negara anggota, termasuk Indonesia. Target Indonesia di dalam NDC adalah menurunkan emisi GRK sebesar 29% sampai 41% dengan bantuan internasional. Dalam NDC Indonesia ada lima sektor utama yang telah dihitung bersama target penurunan emisinya yaitu hutan dan laha (17,20%), energi (11%), limbah (0,38%), industrial process and product use/IPPU (0,10%), dan pertanian (0,32%).
Sektor limbah terutama sampah memberikan kontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca dalam bentuk emisi metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk Indonesia yang besar, serta pola konsumsi masyarakat seperti sekarang ini, akan menyebabkan jumlah timbulan sampah dan limbah domestik semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pola konsumsi masyarakat juga akan mempengaruhi komposisi material kandungan sampah dan limbahnya, antara lain kandungan material yang sulit diurai secara alami, dan kandungan material yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengemban amanat kebijakan konstitusional untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta untuk melestarikan peran lingkungan hidup dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai modal pembangunan dan juga sebagai penopang sistem kehidupan. Sebagian amanat tersebut merupakan ranah bidang tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun (B3), yaitu dalam sektor pengelolaan sampah, pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan pengelolaan limbah B3, serta pemulihan lahan terkontaminasi sampah dan limbah.
Melalui presentasi pada diskusi Pojok Iklim, telah dibahas target kebijakan dan program nasional terkait pengelolaan sampah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.
Sudirman