Jakarta, 9 Agustus 2017: Pengelolaan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) atau populer sebagai HPH ternyata bisa berkontribusi pada aksi pengendalian perubahan iklim. Pengelolaan hutan produksi lestari yang didukung dengan implementasi teknik pembalakan rendah dampak (Reduced Impact Logging/RIL), kegiatan pembinaan hutan dan kelola lingkungan yang tepat adalah kuncinya.
Demikian terungkap pada forum diskusi Pojok Iklim di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Gedung Manggala Wanbakti, Jakarta, Rabu (9/8/2017). Pojok iklim adalah forum diskusi berbagai pihak dari berbagai latar belakang untuk saling berbagi pembelajaran aksi mitigasi perubahan iklim.
Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sarwono Kusumaatmadja, Staf Ahli Menteri bidang Ekonomi Sumber Daya Alam KLHK dan Staf Ahli Menteri bidang Perdagangan Internasional KLHK Laksmi Dewanthi.
Dalam kesempatan tersebut, Manager Pembinaan Hutan PT Sarmiento Parakantja Timber (Sarpatim) Untung Agus Pramono menjelaskan pengelolaan hutan produksi secara lestari (PHPL) adalah keharusan. Praktik ini secara langsung akan berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca dari aktivitas HPH.
“Kajian yang dilakukan peneliti Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan, penerapan PHPL di HPH Sarpatim berhasil menaikan cadangan Karbon (C) sebesar 63.803 ton/hektare dan Karbondioksida (C02) 234.158 ton/hektare dibandingkan jika tidak menerapkan PHPL,†kata dia.
Sarpatim pertama kali memperoleh izin HPH pada tahun 1973 dan termasuk generasi pertama HPH yang pernah diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. Di saat banyak HPH lain tumbang, Sarpatim justru masih bisa eksis dan memiliki kinerja baik. Sarpatim telah memperoleh perpanjangan izin HPH pada tahun 2004 dan mengelola areal seluas 216.580 hektare yang tersebar di Kabupaten Kotawaringin Tengah, Seruyan, dan Katingan, Kalimantan Tengah. Rata-rata produksi kayu tahunan salah satu usaha di bawah grup Kayu Lapis Indonesia (KLI) itu sebesar 200.000 m3.
Menurut Untung, pihaknya mengimplementasikan teknis RIL dalam kegiatanan pemanenan kayu. Teknik ini akan meminimalkan kerusakan tegakan tinggal dan mengurangi kerusakan tanah yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas hutan yang dikelola. “RIL menekankan pada perencanaan produksi sehingga kegiatan pemananen kayu efektif tanpa harus banyak membuka hutan,†katanya.
Sarpatim juga melakukan pembinaan hutan dengan mengembangkan multisistem silvikultur. Pada areal hutan yang masih bagus dilakukan penanaman berjalur secara intensif. Juga sedang diuji coba penanaman pola klaster.
Sementara pada lahan-lahan terbuka eks peladangan masyarakat, Sarpatim menanaminya dengan jenis pohon cepat tumbuh. “Penanaman melibatkan masyarakat, panennya nanti bagi hasil,†kata Untung.
Selain melibatkan dalam penanaman, aspek lain kelola sosial yang dilakukan Sarpatim adalah dengan penyediaan sarana dan prasaran publik seperti sekolah. “Perlu pendekatan yang tepat kepada masyarakat agar mau terlibat,†katanya.
Sementara itu Agus Justianto mengapresiasi kinerja Sarpatim ditengah rontoknya sejumlah perusahaan HPH. Dia menekankan, Sarpatim bisa menjadi bukti bahwa sebuah unit manajemen HPH yang mengimplementasikan PHPL bisa berumur panjang. “apa yang sudah diimplementasikan seharusnya bisa diterapkan juga pada unit manajemen HPH lain,†katanya. *