Pemeluk agama dan kepercayaan yang jumlahnya mencakup 85% penduduk dunia diajak untuk menerapkan pola hidup berkelanjutan (sustainable living) sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim.
Direktur GreenFaith Nana Firman mengingatkan, pola hidup berkelanjutan sejatinya sudah menjadi bagian dari ajaran setiap agama dan kepercayaan. “Pada Islam misalnya, ada ayat Al Quran yang mewajibkan pemeluknya untuk berjalan di muka bumi dengan rendah hati. Pemeluk Islam juga dianjurkan mengkonsumsi makanan secukupnya,†ujarnya saat menjadi pembicara pada forum diskusi Pojok Iklim di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Pojok Iklim adalah forum multi pihak untuk berbagi pengalaman dan inisiatif dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK Sarwono Kusumaatmadja.
Nana menuturkan, saat ini konsumsi global untuk berbagai sumber daya seperti air, energi, dan pangan terus meningkat. Padahal, kemampuan alami bumi untuk memproduksi sumber daya yang dibutuhkan lebih rendah. Di sisi lain, ada persoalan pola hidup boros yang masih dilakoni. “Untuk pangan misalnya, ada sisa pangan hingga 1,3 miliar ton setiap tahunnya yang terbuang tidak dikonsumsi,†katanya.
Pada saat yang sama, harga sumber daya justru terus meningkat sementara masih banyak umat manusia yang justru tidak mengaksesnya karena kemiskinan. “Di saat banyak negara maju boros penggunaan energi listrik, masih banyak manusia yang bahkan tidak bisa mengaksesnya. Jadi bertolak belakang sekali,†kata Nana.
Pola hidup yang boros bisa meningkatkan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim. Untuk itu, Nana menekankan dibutuhkan pola hidup berkelanjutan untuk menyelamatkan keseimbangan bumi sekaligus mengendalikan perubahan iklim. Hal ini bisa diawali dari para pemeluk agama dan kepercayaan yang jumlahnya mencapai 85% dari total penduduk bumi.
Dia menuturkan, untuk mendorong pola hidup berkelanjutan bagi pemeluk agama dan kepercayaan, para pemuka agama dari berbagai negara akan meluncurkan inisiatif pola hidup berkelanjutan pada konferensi para pihak (COP) Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) ke 23 di Bonn, Jerman, November mendatang.
Sementara itu Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hayu S Prabowo menuturkan, MUI telah melansir sejumlah fatwa untuk mendorong pola hidup berkelanjutan bagi muslim Indonesia. “Termasuk fatwa tentang air dan sanitasi,†katanya.
Dalam fatwa tersebut, ada tiga hal yang harus dilakukan umat muslim. Pertama serap air, misalnya dengan melakukan penanaman pohon dan membangun sumur resapan. Kedua, hemat air misalnya dengan menghemat penggunaan air saat berwudhu. Ketiga dengan melakukan jaga air, misalnya dengan tidak mencemari sumber air dengan limbah dan sampah.
Sementara itu Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK Sarwono Kusumaatmadja mengapresiasi berbagai inisiatif untuk mendorong pola hidup berkelanjutan. Meski bukan hal mudah, namun hal itu harus terus menerus dilakukan untuk menyelamatkan umat manusia dari bencana perubahan iklim.
“Bukan tidak mudah. Tapi harus dilakukan. Jika tidak, pilihannya adalah kepunahan manusia,†tegasnya. *