Tren pembiayaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan yang berkontribusi pada pengendalian perubahan iklim terus meningkat secara global. Demikian pula halnya di Indonesia. Pada tahun 2017 lalu, Pemerintah Indonesia menganggarkan Rp78,7 triliun untuk mitigasi perubahan iklim. Demikian mengemuka pada diskusi Pojok Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Pojok iklim adalah forum multi pihak untuk berbagi aksi dan pembelajaran terbaik dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Hadir sebagai pembicara pada kesempatan tersebut, pakar pembiayaan berkelanjutan dan pengelolaan risiko terkait perubahan iklim asal Australia Rob Henderson dan Kepala Bidang Kerja sama Internasional dan Pendanaan Perubahan Iklim Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Dudi Ruliadi. Diskusi dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Sarwono Kusumaatmadja.
Rob Henderson menjelaskan, Persetujuan Paris menjadi momen historis yang mengubah struktur pembiayaan global. Kesepakatan yang dicapai tahun 2015 tersebut mendorong terbitnya kebijakan yang bertujuan untuk mendukung upaya untuk menahan kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2% dibandingkan dari masa pra industri. Termasuk di sektor energi yang merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar dengan kontribusi hingga 72%.
“Perbankan kini menaikan tingkat risiko untuk pembiayaan pada industri berbasis bahan bakar fosil dan melirik industri dengan energi terbarukan,†katanya.
Henderson yang merupakan mantan Kepala Ekonom di National Australia Bank, satu dari empat bank terbesar di Australia, mengungkapkan bagaimana perbankan di Negeri Kangguru itu kini menghindari pembiayaan untuk pertambangan dan industri berbasis batu bara. Bahkan, termasuk untuk pembangkit energi “batu bara†bersih yang mengandalkan teknologi carbon capture.
Henderson juga mengungkapkan, secara global permintaan batu bara terus menurun. Hal itu juga didorong oleh semakin terjangkaunya energi berbasis tenaga matahari.
Sementara itu Dudi Rulliadi menjelaskan, dari pengadaan anggaran (budget tagging) terungkap pemerintah Indonesia menganggarkan Rp Rp78,7 triliun di tahun 2017 untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Jumlah tersebut jauh meningkat jika dibandingkan tahun 2016 yang hanya sebesar 59,2 triliun.
“Komitmen Kemenkeu terlihat dari dukungan APBN untuk perubahan iklim, baik dari fokus mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,†katanya.
Selain menyediakan APBN, pemerintah juga mengambil kebijakan fiskal yang bertujuan mendorong sektor swasta untuk terlibat pada investasi pengurangan emisi GRK terutama untuk sektor energi yang merupakan salah satu penyumbang emisi GRK terbesar. Mekanisme yang disiapkan diantaranya adalah tax holiday, tax allowance, pembebasan PPN untuk barang modal, PPh Ditanggung Pemerintah untuk Geothermal, dan Pembebasan Bea Impor untuk Barang Modal.
Sementara untuk pendanaan Internasional, tersedia beberapa opsi salah satunya adalah melalui Green Climate Fund (GCF).
Trisia Megawati