Pengelolaan lingkungan hidup menjadi tugas semua elemen masyarakat sebagai satu kesatuan NKRI. Hal tersebut tertera pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan hal tersebut pula, masyarakat dan instansi penghasil limbah wajib mengelola limbah yang dihasilkan, termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan oleh kelompok atau instansi tertentu seperti rumah sakit, perusahaan tambang, perusahaan tekstil, dan lain sebagainya. Limbah B3 harus dikelola secara khusus seperti yang tertera pada PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
Tidak asing lagi kasus pencemaran limbah B3 bagi masyarakat Indonesia, seperti yang pernah terjadi di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Riau, dan pulau Kalimantan. Permasalahan yang terjadi berupa pembuangan illegal limbah B3, penyimpanan sementara limbah B3 yang tidak memenuhi kriteria, tempat penyimpanan yang bocor, kapasitas yang berlebihan di tempat penyimpanan, hingga pada kelalaian dalam pengelolaan limbah B3. Data dari Kementerian LHK menyebutkan bahwa sekitar 1,12 juta meter persegi lahan terkontaminasi limbah B3 hingga tahun 2019 atau sekitar 111,72 hektar dengan estimasi berat limbah dan tanah terkontaminasi 1,24 juta ton. Kasus darurat pengelolaan limbah B3 hingga bulan Juli 2019 sebanyak 40 kasus ditingkat usaha dan/atau kegiatan, 10 kasus diantaranya ditangani oleh Kementerian LHK dan sisanya ditanggulangi oleh pelaku dibawah pengawasan pemerintah daerah setempat.
Limbah B3 yang terlanjur mencemari lahan akan mengakibatkan kerugian dari sisi kesehatan masyarakat, kegiatan perekonomian, dan kerusakan ekosistem. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 4 desa di Kecamatan Rancaekek Kab. Bandung yang terkena dampak pencemaran limbah B3, total kerugian ekonomi yang dialami masyarakat dari tahun 2004-2015 sekitar 841 milyar dari sektor pertanian, 815 milyar dari sektor kesehatan, 288 milyar dari sektor jasa air, 10,5 milyar dari sektor perikanan, dan 2 milyar dari sektor perkebunan dan perternakan. Kerugian ekonomi yang lebih besar pernah terjadi pada kasus dumping limbah toksik di Swiss, pencemaran logam berat di sungai Hudson, Amerika, di delta Belanda, dan di sungai Laborec Slovakia. Limbah B3 yang mencemari lahan perlu segera ditangani dengan metode yang disesuaikan dengan karakteristik pencemar.
Lalu bagaimana peran dari pihak penghasil limbah B3 dan pemerintah serta semua pelaku kepentingan dalam memulihkan lahan terkontaminasi limbah B3?
Materi dapat di unduh disini.