Bambu adalah salah satu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) Indonesia yang belum mendapat perhatian optimal dalam pengembangan dan pemanfaatannya. Disebutkan bahwa nilai HHBK dapat mencapai 90% dari nilai hasil hutan, sementara kayu yang selama ini identik menjadi hasil utama kehutanan sebenarnya hanya menyumbang 10% dari produksi hasil kehutanan (KLHK 2019). Merujuk hal tersebut maka potensi bambu yang sudah sangat dikenal di masyarakat memiliki potensi luar biasa untuk menjadi sumber bahan baku berbagai produk. Namun demikian sampai saat ini pemanfaatan bambu dari dalam kawasan hutan belum terdata dengan baik dan terproyeksi dengan jelas. Pemanfaatan bambu yang dilakukan masih terbatas berasal dari lahan milik masyarakat, padahal bambu telah ditetapkan menjadi salah satu dari enam jenis HHBK unggulan nasional untuk dikembangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator Penetapan HHBK Unggulan.
Secara ekologis, bambu dapat menjadi solusi atas adanya ancaman lingkungan dan dampak perubahan iklim. Bambu memainkan peran penting dalam restorasi lahan melalui daya adaptasi jenis tanamannya, pendekatan lanskap, dan keberadaanya dalam suatu ekosistem yang berkelanjutan. Secara sosial, bambu merupakan sumber daya alam yang sudah sangat dekat dan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Secara ekonomi, pemanfaatan bambu di Indonesia pada umumnya masih dalam bentuk yang sederhana dalam hal pengolahan seperti untuk pagar, penahan atap, dinding, penahan bangunan (scaffholding), ajir tanaman dan pemanfaatan lain yang masih memiliki nilai tambah rendah dengan pengolahan tradisional serta hanya untuk pemenuhan kebutuhan lokal.
Bambu merupakan sumberdaya alam yang keberadaannya sangat dekat dan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat di Indonesia, sehingga dalam mekanisme pegembangannya pendekatan pemberdayaan masyarakat menjadi aspek penting. Belajar dari kesuksesan Negeri Tiongkok, Cina, model pengembangan hutan bambu lestari yang berbasis masyarakat baik di luar dan di dalam kawasan hutan, diharapkan dapat memberikan kekuatan dan ketangguhan serta arah yang jelas dalam membangun industri bambu di Indonesia.
Pemanfaatan modern pada skala industri komunitas seyogyanya akan menciptakan peluang nilai tambah yang lebih tinggi untuk bambu serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini sudah terbukti di Cina dimana bambu memberikan kontribusi besar dalam peningkatan pendapatan petani sebesar 28,4%, serta memainkan peran penting dalam perkembangan industri di daerah pedesaan di Kota Anji, Provinsi Zhejiang. Model industri bambu di Cina merupakan contoh keberhasilan kebangkitan industri bambu berbasis rakyat yang menggabungkan antara konsep masyarakat sebagai pemasok bahan baku dengan industri besar sebagai pembeli. Keberhasilan industri bambu di Cina tidak terlepas dari penguatan model 4P (people, public, private partnership) yaitu kemitraan antara masyarakat, pemerintah, dan industri swasta.
Penguatan sektor hulu menjadi faktor penting sebagai penyedia bahan baku secara lestari. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menjadi pengampu sektor hulu memasukkan bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan nasional dan memiliki potensi besar untuk dapat dikembangkan melalui program perhutanan sosial, pengelolaan KPH, rehabilitasi lahan terdegradasi serta adaptasi mitigasi perubahan iklim. Perlu dilakukan sinergitas program-program pemerintah lintas sektor untuk dapat mewujudkan pengembangan bambu yang terintegrasi sehingga menjadikan bambu sebagai penggerak ekonomi rakyat, regional dan nasional akan terwujud sekaligus meningkatkan kulaitas lingkungan melalui serapan karbondioksida, penyediaan sumber air dan jasa lingkungan lainnya.
Dalam sesi pojok iklim ini akan disampaikan bagaimana peran bambu secara terintegrasi dimulai dengan kebijakan dan program pemerintah yang sudah fokus akan mengembangkan bambu bersama masyarakat, kemudian disampaikan frame work atau kerangka kerja untuk dapat mewujudkannya secara terintegrasi dari hulu sampai hilir. Semua hal tersebut juga didukung oleh kegiatan penelitian dan inovasi baikbambu sebagai produk yang memiliki peluang di masa depan dan peran bambu dalam pelestarian alam dan meningkatkan jasa lingkungan.
Pengantar:
Dr. Alue Dohong - Wakil Menteri LHK
Narasumber:
"Kebijakan dan Program Pemerintah Provinsi NTT: Bambu untuk Penghijauan dan Kemajuan Ekonomi Masyarakat", Unduh Materi
Josef Nae Soi - Wakil Gubernur Provinsi NTT
"Pengembangan Desa Bambu dalam Mendukung Industri Bambu Terintegrasi", Unduh Materi
Monica Tanuhandaru - Yayasan Bambu Lestari
"Produk Rekayasa Bambu sebagai Kayu Masa Depan", Unduh Materi
Prof (Ris) Dr. I. M. Sulastiningsih - Peneliti Puslitbang Hasil Hutan, BLI KLHK
"Peran Bambu dalam Jasa Lingkungan dan Pelestarian Alam", Unduh Materi
Dr. Wawan Sujarwo - Ketua Kelti Etnobiologi, Puslit Biologi, LIPI
Testimoni:
Abah Jatnika Nanggamiharja - Sesepuh Bambu Indonesia / Yayasan Bambu Indonesia, Profil
Moderator:
Desy Ekawati - Project Coordinator Kanoppi-2 Bamboo Agroforestry kerjasama ICRAF-ACIAR