Sampah laut (marine debris) merupakan masalah global yang perlu mendapat perhatian serius. Sampah laut merupakan bahan padat yang sulit terurai, hasil pabrikan, atau olahan yang dicampakkan, dibuang, atau dibiarkan di lingkungan laut dan pesisir (UNEP 2009). Penelitian yang dilakukan Jambeck (2015) di 192 negara yang memiliki garis pantai, termasuk Indonesia menyebutkan bahwa sebesar 2,5 miliar ton sampah dihasilkan oleh negara-negara tersebut, dengan 275 juta metrik ton-nya (10%) adalah plastik. Penelitian tersebut membuktikan bahwa Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua setelah Tiongkok. Sampah laut menjadi perhatian utama negara-negara khususnya di Asia Timur dan Tenggara pada kegiatan The 10th East Asia Summit High Level Seminar (HLS) on Sustainable Cities pada tanggal 21-23 Januari 2019 yang dilaksanakan di Bali. Permasalahan sampah laut terutama sampah plastik menjadi salah satu prioritas setiap negara untuk diselesaikan.
Permasalahan sampah plastik di laut dapat berbahaya bagi biota laut. Misalnya, penyu yang memakan kantong plastik karena menganggap plastik seperti ubur-ubur yang merupakan salah satu mangsa mereka. Akhir tahun lalu di Wakatobi, masyarakat digemparkan oleh kematian paus sperma (Physeter macrocephalus) dengan ditemukan sampah plastik dengan berat 5,9 kg di dalam perut paus. Bahaya plastik lainnya juga ialah mikroplastik yang masuk kedalam tubuh manusia ketika mengkonsumsi biota laut yang sudah tercemar atau mikroplastik yang masuk kedalam air tanah melalui penguapan air laut pada siklus pembentukan hujan. Selain itu sampah yang mengendap akan menghasilkan gas metana (CH4 dan H2S). Gas metana ini menjadi salah satu faktor utama pemicu perubahan iklim.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki pulau terbanyak di dunia yaitu 17.504 pulau dengan panjang garis terpanjang kedua di dunia setelah Kanada sebesar 99.093 km. Hal ini menjadikan laut Indonesia memiliki sumber daya laut, wilayah pesisir serta keanekaragaman hayati yang besar (Badan Pusat Statistik 2016). Wilayah pesisir sangat penting sebagai penyedia makanan, rekreasi dan transportasi yang mewakili bagian penting dari perekonomian dunia. Berbagai aktivitas manusia di wilayah pesisir berpotensi mengganggu kualitas laut. Salah satu yang dapat mengubah kualitas perairan laut adanya pencemaran laut yang diakibatkan oleh kegiatan antropogenik (Hetherington et al 2005).
Secara administrasi, wilayah tepi laut Indonesia memiliki 15,16 persen desa/kelurahan dan sisanya 84,39 persen tidak berada di tepi laut (PODES 2014). Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang tinggal dalam jarak 50 km dari pesisir dan setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah yang tak terkelola dengan baik, dan diperkirakan mengakibatkan kebocoran 0,48-1,29 juta ton metrik sampah plastik per tahun ke lautan (BPS 2010).
Guna mendukung kegiatan terkait penanganan sampah laut, pemerintah indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, dengan tujuan dapat mengurangi 70% sampah ke laut pada tahun 2025. Berdasarkan uraian di atas, sampah laut merupakan masalah global yang perlu mendapatkan perhatian utama dan membutuhkan dukungan kebijakan semua pihak khususnya masyarakat pesisir.
Materi dapat di download disini