Perjanjian Paris yang telah diadopsi pada COP 21 UNFCCC pada akhir tahun 2015 telah mengamanatkan Nationally Determined Contribution (NDC) yang berisi rencana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di setiap negara anggota, termasuk Indonesia. Target Indonesia di dalam NDC adalah menurunkan emisi GRK sebesar 29% sampai 41% dengan bantuan internasional. Dalam NDC Indonesia ada lima sektor utama yang telah dihitung bersama target penurunan emisinya yaitu hutan dan lahan (17,20%), energi (11%), limbah (0,38%), industrial process and product use/IPPU (0,10%), dan pertanian (0,32%).
Sektor limbah terutama sampah memberikan kontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca dalam bentuk emisi metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Kontribusi sampah pada efek pemanasan global mencapai 15%. Dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk Indonesia yang besar, serta pola konsumsi masyarakat seperti sekarang ini, akan menyebabkan jumlah timbulan sampah dan limbah domestik semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pola konsumsi masyarakat juga akan mempengaruhi komposisi material kandungan sampah dan limbahnya, antara lain kandungan material yang sulit diurai secara alami, dan kandungan material yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
Setiap harinya manusia bisa menghasilkan sampah hingga mencapai 1kg. Menurut Data Kementrian Lingkungan Hidup, rata-rata orang diperkotaan di Indonesia pada tahun 1995 menghasilkan sampah 0,8 kg/hari dan terus meningkat hingga 1 kg per orang per hari pada tahun 2000. Diperkirakan timbunan sampah pada tahun 2020 untuk tiap orang per hari adalah sebesar 2,1 kg.
Sekarang ini, sampah menjadi hal yang jelas selalu ada di sekitar kita dan manusia sulit menghilangkan keberadaannya karena kebiasaan penggunaannya. Pengelolaan sampah khususnya limbah plastik diawali dengan pengumpulan dan diakhiri dengan pengolahan. Selama proses pengumpulan, sampah plastik masih ada dimana saja karena beberapa jenis plastik masih memiliki nilai ekonomi; dijual kembali untuk didaur ulang. Pengolahan limbah plastik yang paling umum ditemui adalah dengan cara pembakaran, namun cara ini masih tetap menghasilkan emisi ke udara. Begitu pula dengan metode open dumping. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses produksi, pembuangan dan pengelolaan sampah plastik mengemisikan banyak gas rumah kaca ke atmosfer.
Isu plastik sebagai limbah penyebab gas rumah kaca (GRK) saat ini semakin menguak ke publik, terumata dengan semakin maraknya penggunaan internet dan bonus demografi. Hal ini tentunya juga memengaruhi pengambilan keputusan dan pola konsumsi milenial. Millennial merupakan generasi yang berada dalam usia produktif dan menempati berbagai posisi strategis di Indonesia. Artinya, mereka menjadi pemain utama ekonomi Indonesia dalam bonus demografi tahun 2025 2030. Saat ini sudah terlihat gerakan-gerakan peduli terhadap lingkungan dan aksi terkait perlindungan lingkungan hidup yang secara vocal timbul dari kalangan generasi muda. Karena faktanya, menurut IDN Times, masyarakat milenial cenderung beraksi ketika ada kesempatan untuk memperbaiki Indonesia. Karena itu, kebijaksanaan milenial dalam mengelola sampah sangat penting sebagai roda penggerak ekonomi Indonesia.