Integritas instrumen mitigasi berbasis pasar sangat tergantung pada kesiapan data. Hal ini berakar dari kebutuhan untuk mendapatkan akurasi perhitungan angka penurunan emisi GRK yang valid, dapat ditelusur, dan dapat diverifikasi dengan baik. Oleh karenanya dibutuhkan suatu sistem yang disepakati bersama meliputi tata cara pemantauan/pengumpulan data, perhitungan, pelaporan dan pengendalian/penjaminan mutu.
Tanpa data yang berkualitas, implementasi pembatasan emisi (cap) ataupun sertifikasi hasil penurunan emisi tidak dapat dilakukan dengan tingkat keyakinan yang memadai, sehingga instrumen mitigasi perubahan iklim menjadi tidak kredibel dan tidak dapat mencapai tujuannya.
Berbagai sektor diketahui telah melakukan upaya mitigasi perubahan iklim dan melakukan pengukuran emisi GRK di dalam bidang kerjanya. Untuk mensinergikan berbagai upaya perhitungan emisi GRK yang telah dilakukan diberbagai sektor tersebut, maka KLHK menggelar diskusi pojok iklim dengan tema "Kesiapan Data Emisi Untuk Instrumen Mitigasi Berbasis Pasar" di Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Diskusi ini mengundang narasumber yaitu: Joko Prihatno, Direktur Inventarisasi GRK dan MPV Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Teddy C. Sianturi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kementerian Perindustrian, dan Munir Ahmad Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM.
"Pertemuan ini dapat dijadikan sebagai bahan harmonisasi antar sektor dalam melihat kesiapan data emisi GRK untuk mewujudkan Instrumen Mitigasi Berbasis Pasar," ujar Sarwono Kusumaatmadja, Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI) - KLHK pada saat membuka diskusi.
Kemudian pada sesi paparan, Joko Prihatno menjelaskan bahwa data-data emisi GRK harus diukur dengan metodologi yang benar yang diakui oleh semua pihak, dan harus dilaporkan dengan baik. Selain itu dalam proses verifikasi harus menggunakan jasa verifikator independen sehingga data yang didapatkan menjadi terpercaya.
"Monitoring, Reporting, and Verification (MRV) harus dilakukan oleh verifikator independen dan berbasis kinerja," ujar Joko
Sementara itu Teddy C. Sianturi menyampaikan bahwa sektor industri telah mempunyai pengalaman dalam mengikuti proyek Clean Development Mechanism (CDM) dan Joint Credit Mechanism (JCM), sehingga proses kerja pengumpulan data-data emisi GRK di sektor industri sudah lebih baik.
"Perlu ada pengakuan dan apresiasi terhadap upaya-upaya yang telah dilakukan oleh sektor industri dalam memenuhi komitmen terkait penurunan emisi gas rumah kaca," ujar Teddy.
Teddy juga menekankan bahwa instrumen mitigasi perubahan iklim berbasis pasar sangat diperlukan oleh sektor industri karena dapat mengkompensasi biaya yang dikeluarkan oleh industri dalam upaya mereka menurunkan emisi GRK dalam proses kerja mereka.
Selanjutnya Munir Ahmad menggarisbawahi bahwa dalam bidang energi upaya penurunan emisi GRK terus dilakukan diantaranya dengan penggunaan teknologi ramah lingkungan pada pembangkit-pembangkit istrik yang telah dimiliki Indonesia. Hal ini harus dihitung untuk memperkuat data-data mitigasi perubahan iklim di Indonesia.
"PLTU masih dapat dikembangkan, namun mengutamakan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan memiliki efisiensi tinggi (Clean Coal Technology), khususnya untuk system pembangkit listrik yang telah mapan seperti di Jawa-Bali dan Sumatera," ujar Munir.
Munir juga menambahkan bahwa penggunaan energi baru terbarukan (EBT) terus didorong. Dia menjelaskan bahwa target bauran energy primer EBT paling sedikit 23% di tahun 2025 sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Jika ini tercapai maka angka pengurangan emisi GRK dari sektor energi bisa lebih tinggi.
Sebagai penutup Imam B. Prasodjo selaku Penasihat Senior Menteri LHK menyatakan bahwa dalam pengumpulan data-data pengurangan emisi GRK diperlukan sebuah rumah bersama yang menjadi tujuan dan rujukan dari aliran data yang sudah dikumpulkan oleh berbagai pemangku kepentingan.
"Perlu adanya clearing house yang akan memudahkan untuk mempelajari data-data pengurangan emisi karbon" pungkas Imam.
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya keras KLHK bersama para pemangku kepentingan untuk dapat mewujudkan penurunan jumlah emisi GRK sebanyak 29% di bawah tingkat Bussiness-As-Usual (BAU) pada tahun 2030 seperti yang tercantum di dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang disampaikan kepada UNFCCC pada bulan November 2016.