Kementerian Lingkungan Hidup dam Kehutanan RI menyelenggarakan rangkaian Workshop Sosialisasi Perubahan Iklim dan Langkah Tindak Lanjut Pasca COP 21 Paris di 16 propinsi, Juni hingga Juli 2016.
Dalam sosialisasi di Kota Palu, Sulawesi Tengah, beragam tanggapan bermunculan dari audiens.
Kepala Badan Penelitian dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Henri Bastaman mengatakan sosialisasi seperti ini akan terus dilakukan kepada masyarakat.
Bastaman juga menyatakan tanpa ada dana seperti yang pernah disebut-sebut, masyarakat harus tetap ikut terlibat dalam perubahan iklim.
Dalam pres rilis yang disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selain bertujuan untuk menyampaikan hasil-hasil penting sebagaiman disepekati dalam Paris Agreement, kegiatan ini juga untuk mendapatkan masukan dari daerah dalam menyusun Dokumen Komitmen Indonesia (NDC/Nationally Determined Contribution).
NDC merupakan elemen penting dalam komitmen pasca 2020 sebagai kontribusi tiap negara berupa target dalam penurunan emisi gas rumah kaca yang harus dicapai selepas 2020, kata Chalid Muhammad selaku Penasehat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sebagaimana diketahui, Pertemuan Para Pihak UNFCCC ke 21 di Paris pada 30 November telah mengadopsi Paris Agreement sebagai hasil utama COP 21.
Paris Agreement merupakan bentuk kesepakatan globarl baru yang legally binding guna penanganan perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global yang akan diberlakukan mulai tahun 2020.
Dalam flyer menuju ratifikasi Paris Agreement, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa perubahan iklim memang terjadi. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah menerbitkan laporan Kajian Kelima (Assessment Report 5, atau AR5), termasuk yang berbasis Ilmu Pengetahuan.
Dalam abad terakhir, suhu bumi meningkat sekitar 0,8° C. Selama tiga dasawarsa, suhu lebih hangat dibanding dasawarsa sebelum itu. Di berbagai daerah, peristiwa gelombang panas meningkat dan curah hujan menjadi kian deras. Laut menyerap banyak karbon dioksida, membuat laut kini telah menjadi lebih asam.
Sementara itu, di seluruh dunia sejak awal abad silam, permukaan air laut menjadi lebih tinggi sebanyak 20 cm, dengan laju kenaikan yang kian lama kian pesat. Gletser di seluruh bola bumi menyusut dan permafrost (lapisan tanah, sedimen, batuan dan materi organik yang beku abadi karena suhunya berada di bawah 0°) mulai mencair. Belahan bumi bagian utara, yang mempunyai empat musim, mengalami pengurangan tutupan salju, sementara lapisan es di Lautan Arktik tiap musim panas sejak tahun 1979 berkurang sebanyak 40%.
Laporan IPCC menandaskan bahwa kenaikan suhu global dalam 50 tahun terakhir, dan fenomena perubahan iklim, tak lain tak bukan adalah akibat kegiatan manusia. Emisi gas rumah kaca (karbon dioksida, metana, nitrogen oksida dan sejumlah gas industri) akibat aktivitas manusia mencapai lontaran yang tertinggi dalam sejarah. Konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) sekarang lebih tinggi 40%
dibandingkan masa pra-industri. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil dan penggundulan hutan.
Apabila tidak ada upaya serius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, maka suhu global akan cenderung meningkat lebih dari 2°C dalam abad mendatang, dan bahkan bisa mencapai 5°C. Dengan demikian, manusia menghadapi risiko terjadinya sekian kondisi ekstrem, terutama gelombang panas dan hujan deras, yang bakal terus meningkat dalamsekian dasawarsa ke depan. Permukaan laut di seluruh bola bumi diperkirakan akan naik sebanyak 0,26-0,81 m pada akhir abad ini, dan selanjutnya akan terus meningkat.