Jakarta, 12 Juli 2017: Resah menghadapi berkurangnya pasokan air, masyarakat Kampung Cisarua, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi, Jawa Barat melakukan restorasi hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Hasilnya luar biasa. Selain pasokan air yang tak berhenti, restorasi yang dilakukan juga memicu berbagai kegiatan ekonomi produktif.
Kampung Cisarua terletak berbatasan dengan kawasan hutan konservasi hasil perluasan TNGHS tahun 2003. Kawasan hutan tersebut awalnya adalah hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani.
Tokoh Kampung Cisarua Dayat Hidayat menceritakan, banyak aktivitas ilegal yang terjadi pada kawasan tersebut pada masa peralihan dari hutan produksi menjadi hutan konservasi. “Terjadi perambahan dan pembalakan liar,†katanya pada diskusi Pojok Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu (12/7/2017).
Situasi tersebut membuat masyarakat mulai merasakan kekurangan air. Banyak titik terjadi erosi. Sementara mata air juga berkurang. “Kesadaran masyarakat secara kolektif pun muncul untuk melakukan restorasi hutan,†kata Dayat.
Masyarakat kemudian membentuk Jaringan Masyarakat Sekitar Koridor (Jamaskor). Selain Kampung Cisarua, juga bergabung masyarakat Kampung Cipicung dan Gorehong. Mereka mulai melakukan penanaman kembali hutan di TNGHS secara swadaya. “Kami jalan sendiri untuk melakukan kegiatan pelestarian alam,†kata Dayat.
Pohon yang ditanam adalah jenis-jenis asli setempat. Seperti rasamala dan puspa. Jenis pohon setempat itu menggantikan pohon industri yang ada seperti pinus dan damar, saat kawasan itu masih menjadi areal produksi Perhutani. “Untuk memproduksi bibit, kami mengambil benih di lokasi untuk kemudian dilakukan perbanyakan,†kata Dayat.
Dukungan
Belakangan, kegiatan Jamaskor dilirik oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) dan PT Chevron Geothermal Salak, sebuah perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Dukungan dari Balai TNGHS Kementerian LHK juga tak henti mengalir. “Balai TNGHS terus mendukung kegiatan kami. Balai TNGHS terus menerus memberi kami motivasi,†kata Dayat.
Hingga saat ini luas hutan yang berhasil di restorasi mencapai 230 hektare. Masyarakat pun tak lagi khawatir bakal kekurangan air. “Katanya kawasan yang kami restorasi sangat penting sebagai sumber daya genetik, tempat hidup satwa langka seperti macan tutul dan owa jawa. Kami tidak mengerti hal itu. Buat kami, hutan yang kami restorasi adalah untuk penghidupan kami,†tutur Dayat.
Yang menarik, kegiatan restorasi yang dilakukan kemudian memicu berbagai kegiatan ekonomi produktif. Dayat menuturkan, untuk mendukung kegiatan restorasi, masyarakat membentuk Koperasi Jamaskor Maju Sejahtera pada tahun 2012. Jumlah anggotanya saat itu adalah 100 kepala keluarga. Saat ini jumlah anggota sudah bertambah menjadi 130 kepala keluarga dengan nilai aset mencapai Rp550 juta. “Koperasi mendukung usaha restorasi hutan seperti pembibitan, peredaran bibit dan penanaman,†jelasnya.
Masyarakat kemudian mengembangkan pertanian dan peternakan terintegrasi dimana daun-daun hasil kegiatan pertanian dimanfaatkan sebagai pakan bagi ternak. Sementara limbah peternakan dimanfaatkan untuk digester biogas. Ada 6 unit digester di Kampung Cisarua, 5 unit di Kampung Cipicung , dan 1 unit di Kampung Gorehong. “Masyarakat bisa memanfaatkan biogas untuk kebutuhan memasak. Tak lagi susah mencari bahan bakar,†katanya.
Padatan sisa digester biogas kemudian dimanfaatkan sebagai bioslurry sebagai pupuk organik. Produk ini diminati masyarakat bahkan hingga desa tetangga. “Karena hasilnya bagus dan efisien. Murah soalnya,†kata Dayat.
Salah satu bentuk pemanfaatan bioslurry adalah untuk kegiatan Rumah Pangan Lestari (RPL). Ini adalah kegiatan pemanfaatan pekarangan untuk berbagai jenis tanaman sayuran dan empon-empon. Berkat kegiatan ini, masyarakat di Kampung Cisarua tak lagi bergantung pada tukang sayur untuk memasak. “Kampung kami dulu aneh. Sebagai penghasil sayuran, ibu-ibu tetap harus menunggu untuk membeli kebutuhan memasak sehari-hari. Ternyata karena sayur yang dihasilkan seragam dan tujuannya memang untuk komersial. Kini ibu-ibu tidak lagi menunggu tukang sayur karena semua bisa diperoleh dari pekarangan,†ujar Dayat.
Kegiatan produktif lain yang juga berkembang adalah budidaya ikan soro, yang merupakan endemik setempat dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro. “Pembangkit listrik itu awalnya untuk memeriksa debit air. Tapi listrik yang dihasilkan kemudian dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan budidaya ikan,†kata Dayat.
Hebatnya lagi, anggota Jamaskor kemudian membangun pusat pembelajaran (learning center) di lahan milik koperasi seluas 1,7 hektare. Di tempat itu masyarakat berbagi pengalaman dalam melakukan berbagai kegiatan produktif. Tempat itu juga menjadi sarana pembelajaran dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Berkat inovasi yang dilakukan masyarakat yang tergabung dalam Jamaskor, Kementerian LHK pernah mengganjar penghargaan sebagai kampung Iklim pada tahun 2015.
Replikasi
Apa yang sudah dicapai Jamaskor tentu diharapkan semakin berkembang. Apalagi, salah satu penyokong kegiatan tersebut memastikan akan terus memberi dukungan meski baru saja berganti kepemilikan. PT Chevron Geothermal Salak baru saja diakuisisi kelompok Star Energy dan berubah menjadi PT Star Energy Geothermal Salak terhitung 1 April 2017.
Menurut Coordinator Social Performance Star energy Dali Sadli Mulia, pihaknya berkomitmen untuk tetap menyokong kegiatan Jamaskor. “Kami melihat kegiatan Jamaskor sangat positif, pasti akan terus kami dukung,†katanya.
Dia menyatakan keterlibatan dalam pemberdayaan masyarakat juga merupakan bagian dari komitmen perusahaan untuk menerapkan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) dalam pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sementara itu Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam KLHK Agus Justianto mengapresiasi inisiatif yang dilakukan anggota Jamaskor. “Kegiatan ini bisa direplikasi di tempat lain,†kata Agus yang merupakan penanggung jawab Pojok Iklim.
Pojok Iklim adalah forum diskusi multi pihak baik pemerintah, pelaku usaha, akademisi, maupun masyarakat untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang upaya pengendalian perubahan iklim. *