Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia (Research Center for Climate Change University of Indonesia/RCCCUI) berharap bisa menjadi wadah penelitian sekaligus memberi pelayanan bagi masyarakat untuk mengetahui permasalahan, kemajuan dan pemecahan masalah perubahan iklim. Dibentuk sejak 17 Oktober 2010 berdasarkan Surat Keputusan Rektor UI No No.1170/SK/R/UI/2010 RCCCUI telah melakukan beberapa penelitian ilmu murni, terapan, maupun kebijakan terkait perubahan iklim.
“Kami juga melakukan sejumlah kegiatan pengadian masyarakat terkait perubahan iklim seperti pemanfaatan energi angin sebagai pembangkit listrik di Kampung Bungin, Muara Gembong, Bekasi,†katanya saat diskusi Pojok Iklim di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Pojok Iklim adalah forum diskusi multipihak yang membahas dan menjadi tempat berbagi praktik adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Jatna menuturkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan. Untuk ilmu murni, misalnya adalah respons tanaman anggrek dan pohon dipterokarpa terhadap perubahan iklim. Penelitian terhadap dua spesies tanaman itu dilakukan karena anggrek merupakan tanaman epifit yang paling efisien dalam menyerap karbondioksida (CO2). Sementara tanaman dipterokarpa, khususnya meranti, adalah komoditas perdagangan produk kayu Indonesia.
Untuk penelitian terapan, beberapa penelitian tentang adaptasi dan mitigasi perubahn iklim sudah dilakukan RCCUI. Diantaranya adalah adalah tentang meningkatnya ancaman gangguan kesehatan akibat perubahan iklim. Penelitian dilakukan terhadap ancaman penyakit demam berdarah dan malaria. “Kami juga melakukan riset tentang polusi udara di Jakarta,†katanya.
Untuk penelitian di bidang kebijakan, diantaranya adalah adalah tentang Rain Forest Standard-Protected Area Credit (RFS-PAC) Kepala penelitian RCCCUI Sunaryo menjelaskan RFS-PAC merupakan mekanisme untuk menyediakan dana tambahan untuk mengelola kawasan konservasi, melalui pengurangan emisi karbon.
Tujuannya untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi khususnya untuk mengurangi pengeluaran pohon, emisi karbon, dan mempertahankan keanekaragaman hayati, sosial, dan ekonomi.
Menurut Sunaryo, beberapa hal penting dari RFS PAC adalah penghasilan dari penjualan kredit karbon hanya digunakan untuk pengelolaan kawasan konservasi semata, termasuk sosial dan ekonomi.
Selain itu kredit karbon tidak bisa dijual atau dialihkan oleh pembeli pertama. Perjanjian pembelian kredit karbon pun memiliki jangka waktu yang panjang
“Uji coba yang dilakukan di Taman Nasional Bali Barat telah berhasil menghitung laju deforestasi di sana dan jumlah karbon yang hilang berdasarkan 9 tahun terakhir dengan hasil deforestasi yang terhitung kecil,†kata Sunaryo. *