Jakarta, 5 Juli 2017: Pelibatan masyarakat dalam kegiatan penghutanan kembali Taman Nasional Way Kambas, Lampung, menunjukan hasil positif. Meski demikian, diperlukan dukungan para pihak terkait agar upaya ini bisa berkelanjutan.
Pelibatan masyarakat dalam penghutananan kembali TNWK dilakukan oleh Aliansi Lestari Rimba Terpadu (Alert Indonesia). Organisasi masyarakat sipil itu mengajak masyarakat untuk menanam pohon dan menjaga kawasan konservasi itu dari kebakaran.
“Kami menanam pohon-pohon pionir yang tahan api,†kata Penanggung Jawab Alert Marcellus Adi saat diskusi Pojok Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rabu (5/7/2016).
Pojok Iklim merupakan forum diskusi multipihak yang diinisiasi Kementerian LHK untuk saling berbagi pembelajaran dalam aksi-aksi adaptasi dan pencegahan perubahan iklim. Turut Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK Sarwono Kusumaatmadja.
Luas TNWK mencapai 125.621 hektare. Kawasan tersebut merupakan rumah bagi satwa langka badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis). Marcel menuturkan, TNWK mengalami degradasi berat. Setelah sempat dibebani izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan), kawasan tersebut lama tanpa pengelola. Ini membuat lokasi tersebut menjadi sarang berbagai aktivitas ilegal. “Perburuan, perambahan dan pembalakan liar,†katanya.
Akibatnya banyak titik pada bentang alam TNWK yang berubah menjadi alang-alang. Menurut Marcel, lebih dari 50% bentang alam TNWK saat ini adalah alang-alang. Kondisi tersebut membuat TNWK rawan kebakaran. “Tahun 1997 sekitar 70% wilayah habis terbakar. Kebakaran juga terjadi tahun 2015 kemarin,†katanya.
Aktivitas kebakaran dipicu oleh berbagai aktivitas ilegal yang terjadi di sana. Untuk perburuan ilegal misalnya, para pemburu melakukan pembakaran untuk melokalisir pergerakan satwa buruan seperti babi hutan (Sus scrofa) dan trenggiling (Manis javanica). Pembakaran juga digunakan para pembalak dan perambah liar untuk mengalihkan perhatian polisi hutan. “Kebakaran yang terjadi lanjut Marcel, tentu saja mengancam keberadaan berbagai satwa termasuk satwa ikonik TNWK, badak sumatera dan gajah sumatera,†kata Marcel.
Untuk mengatasi situasi tersebut Alert bekerjasama dengan Balai TNWK sejak tahun 2013 mengajak masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan penanaman dan menjaga TNWK. Terutama pada lokasi-lokasi yang menjadi pintu masuk para pelaku aktivitas ilegal.
Empat titik yang menjadi lokasi penanaman pohon dan penjagaan adalah Mataram Bungur, Rawa Sandat, Susukan Baru, dan Bambangan. Luas areal penanaman telah mencapai 200 hektare dengan sistem mosaik ala papan catur. “Penanaman pola itu memberi dampak dua kali lipat dari luas pohon yang ditanam,†jelas Marcel.
Sejauh ini, kegiatan tersebut berhasil meningkatkan tutupan hutan terutama di lokasi penanaman. Pohon yang ditanam berhasil menjadi sekat bakar. Aktivitas ilegal juga berhasil ditekan. “Salah satu alasannya, pelaku aktivitas ilegal sungkan karena yang menjaga sama-sama orang desa,†kata Marcel.
Meski demikian, Marcel mengakui, kalau masa depan kegiatan yang dilakukan saat ini sangat bergantung pada pendanaan yang datang dari sponsor. Untuk itu dia meminta dukungan para pihak agar kegiatan tersebut bisa terus berlanjut dengan adanya pengembangan aktivitas ekonomi produktif.
Sementara itu Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian LHK Agus Justianto yang juga penanggung jawab Pojok Iklim mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Alert. “Kegiatan seperti ini bisa direplikasi ke tempat lain sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim,†katanya. *