Indonesia terus mematangkan penyiapan Pusat Riset Gambut Dunia. Pengalaman Indonesia dalam mengelola lahan gambut tropika terluas di dunia bisa menjadi bekal pembelajaraan dalam pengelolaan gambut global.
Demikian terungkap pada diskusi Pojok Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Jumat (27/4/2018). Pojok Iklim adalah forum multi pihak untuk berbagi pengetahuan dan aksi terbaik dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Dalam diskusi yang dipimpin oleh Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau Doddy S. Sukadri itu turut dihadiri Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmadja, dan Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK, Agus Justianto.
Menurut Kepala Pusat Penelitian Hutan KLHK Kirsfianti L. Ginoga, dukungan Internasional terhadap rencana tersebut terus bergulir. "Saat pertemuan APRS di Yogyakarta, Australia, sudah menyatakan sepakat untuk mendukung Indonesia dalam penyiapan pusat riset gambut ini," kata Etti", sapaan akrab Kirsfianti.
Dia melanjutkan, Pusat Riset Gambut Dunia itu akan menjadi tempat untuk berbagi pembelajaran dan pengetahuan dalam pengelolaan gambut secara berkelanjutan. Sebagai sebuah ekosistem unik, gambut di dunia merupakan penyimpan cadangan karbon global sebanyak 30%.
Menurut Etti, selain menjadi penyangga kehidupan dunia karena perannya pada upaya pengendalian perubahan iklim, gambut juga merupakan rumah bagi berbagai flora dan fauna khas bahkan langka. Di sisi lain, gambut juga banyak dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Etti menyatakan, sebagai lembaga litbang, pihaknya siap menjadi tuan rumah Pusat Riset Gambut Dunia. Saat ini Pusat Litbang Hutan memiliki sejumlah demplot riset paludikultur-agroforestry seluas 130.000 hektare di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah dan seluas 135.000 hektare di Tanjung Jabung Barat-Tanjung Jabung Timur, Jambi. Pusat Litbang Hutan juga memiliki demplot penelitian rehabilitasi gambut memanfaatkan spesies tanaman lokal seluas 5.500 hektare di Sepucuk, Sumatera Selatan.
Etti menuturkan, ruang lingkup di Pusat Riset Gambut Dunia mencakup pertukaran data dan informasi, jejaring dan kolaborasi riset, kajian perhitungan emisi gas rumah kaca, konservasi dan pengelolaan gambut berkelanjutan, pengembangan bio-teknologi, regulasi dan kebijakan serta peningkatan skala implementasi gerakan dan aksi kepedulian akan gambut.
Kepala BLI Agus Justianto mengungkapkan, ide pembuatan Pusat Riset Gambut Global di Indonesia ini memang berasal dari para peneliti karena Indonesia telah memiliki banyak spot yang bisa digunakan untuk penelitian pengelolaan gambut berkelanjutan. "Sekretariatnya nanti akan ada di BLI dan CIFOR, Bogor", katanya.
Agus melanjutkan, Sekretariat Pusat Riset Gambut nantinya akan merancang acara tahunan yang melibatkan semua pihak untuk membangun jejaring yang lebih luas.
Selain karena memilik gambut yang luas, Indonesia dinilai layak menjadi tuan rumah Pusat Riset Gambut karena memiliki pengalaman pengelolan gambut yang berharga setelah mengalami musibah kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015. Berbagai kebijakan yang diimplementasikan setelahnya seperti moratorium gambut, mendirikan Badan Retsorasi Gambut, penegakan hukum, dan kerja sama multi pihak menjadikan Indonesia berhasil meredam kebakaran hutan dan lahan gambut.
Dua Negara pemilik lahan gambut dalam satu hamparan terluas yaitu Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo juga sudah menyatakan akan belajar langsung ke Indonesida dalam pengelolaan lagan gambut berkelanjutan.
Sementara itu Direktur Pengendalian Kerusakan Lahan Gambut Sri Parwati Murwani menyatakan, dalam pengelolaan gambut, pemerintah Indonesia telah menerbitkan paket kebijakan yang terdiri atas Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2016 tentang perubahan PP No. 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan sejumlah regulasi setingkat peraturan menteri sebagai peraturan pelaksanaanya.
Trisia Megawati