Indonesia memiliki ekosistem gambut tropis terbesar ke-empat sedunia dengan luas 14.9 juta hektar dan setara dengan 5% dari luasan lahan gambut di dunia. Ekosistem gambut tropis sendiri merupakan ekosistem yang unik serta memiliki fungsi yang signifikan dalam menyimpan cadangan air dan karbon. Lahan gambut memegang peranan penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Walaupun jumlah lahan gambut hanya sekitar 3-5% di permukaan bumi, namun keberadaannya merupakan rumah bagi lebih dari 30% cadangan karbon dunia yang tersimpan di tanah. Lahan gambut di wilayah tropis menyimpan karbon yang paling banyak (CIFOR, 2017). Saat ini diperkirakan cadangan karbon yang tersimpan dalam lahan gambut di Indonesia mencapai 57 gigaton CO2 (Page, Rieley, & Banks, 2011; Warren et al., 2017). Namun demikian, lahan gambut juga merupakan ekosistem yang rentan dan menghadapi berbagai ancaman dari kebakaran lahan, pengeringan lahan (peat drainage) serta alih fungsi lahan untuk kegiatan pertanian dan ekonomi lainnya. Peristiwa kebakaran lahan dan hutan pada tahun 2015 menjadi sebuah bukti nyata akan dampak negatif kebakaran lahan gambut bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut, baik dari aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Tidak dipungkiri, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) memberikan dua konsekuensi terhadap persoalan kebijakan di Indonesia, pertama adalah peningkatan emisi karbon dan polusi asap; dan kedua adalah degradasi dan deforestasi hutan yang berdampak pada hilangnya produksi dari sektor kehutanan serta jasa lingkungan yang muncul dari daya dukung lingkungan hidup di ekosistem gambut (Tacconi, 2005).
Pada tahun 2016, Presiden Jokowi membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk mengkoordinasikan upaya percepatan pemulihan ekosistem gambut di lebih dari 2.6 juta hektar pada 7 provinsi prioritas. Selain itu, Pemerintah Indonesia pada tahun 2011 juga telah mengeluarkan Inpres No. 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang kemudian diperbarui dengan Inpres No. 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Perbaikan regulasi dan pelibatan para pihak dalam upaya pemulihan ekosistem gambut juga telah dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan termasuk yang bersentuhan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut.
Namun demikian pelibatan peran serta masyarakat dalam upaya pemulihan ekosistem gambut menghadapi tantangan di lapangan sebagaimana sebagian besar masyarakat masih menggantungkan sumber mata pencahariannya dari lahan gambut. Sebanyak 10.465 desa yang berlokasi dalam Kawasan Gambut di region Sumatera, Kalimantan dan Papua menjadi contoh keterkaitan lanskap gambut bagi matapencahariaan komunitas desa (Kemendagri, 2010). Adanya larangan membakar dan terbatasnya insentif untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat menyebabkan partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan gambut berkelanjutan belum sepenuhnya optimal. Di sisi lain, Pandemi COVID-19 turut menghadirkan dampak ganda (double burden) yang cukup serius bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan gambut yang menggantungkan hidupnya dari sumberdaya lahan gambut serta pada saat yang sama menghadapi risiko ancaman karhutla setiap tahunnya. Bagaimana menyikapi dampak dari Pandemi COVID-19 terhadap ketahanan pangan dan perekonomian masyarakat di desa-desa gambut? Apa saja peluang dan opsi yang bisa dilakukan untuk memperkuat resiliensi masyarakat di desa-desa gambut dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19.
Diskusi Pojok Iklim kali ini mengajak untuk mendiskusikan semua tantangan dan permasalahan di atas dengan menghadirkan berbagai pengalaman, praktik baik dan pembelajaran dari lapangan dalam rangka untuk membangun dan memperkuat mata pencaharian masyarakat di desa-desa gambut. Diskusi akan menghadirkan pembicara dari para pengambil kebijakan, praktisi, organisasi masyarakat sipil serta perwakilan kader petani dari desa gambut untuk memberikan pandangan dan berbagi pengalaman mereka.
Materi diskusi dapat diunduh di sini