Pulau Nusa Penida merupakan sebuah pulau kecil dan termasuk salah satu pulau terluar Indonesia. Pulau Nusa Penida yang terbesar diantara dua pulau lainnya, yaitu Pulau Nusa Lembongan dan Pulau Nusa Ceningan, memiliki luas 192,72 km2. Kecamatan Nusa Penida terdiri dari 16 desa yang tersebar di 3 pulaunya. Kepadatan penduduk di Kecamatan Nusa Penida adalah yang terendah di Kabupaten Klungkung, hanya 21% dari jumlah total penduduk Kabupaten Klungkung (215.852 jiwa), dengan rata-rata kepadatan penduduk 223 jiwa per km2. Kondisi wilayah yang berbukit dan struktur tanah karang kapur, menyulitkan masyarakat Nusa Penida untuk mengembangkan lahan pertanian konvensional dan ketersediaan air yang sangat terbatas. Kondisi ini di perparah dengan perubahan iklim yang sangat siginifikan memepengaruhi siklus pertanian dan juga kertersediaan air bersih di Nusa Penida.
Kondisi ini mendorong masyarakat sejak sekitar 1984 hingga 2014 turun ke pantai untuk mengembangkan pertanian rumput laut jenis e-cattoni dan e-spinosum. Rata-rata produksi rumput laut di Nusa Penida sekitar 40-50 ton per panen, dengan hasil produksi 94.638 ton per tahun (2013). Potensi ini memberikan pendapatan yang lebih baik bagi masyarakat pesisir Nusa Penida, masyarakat lebih banyak beraktifitas di laut dibandingkan bercocok tanam di lahannya yang hanya mengandalkan curah hujan untuk menanam aneka jenis umbi, jagung, dan kacang-kacangan. Sementara, masyarakat Nusa Penida yang berprofesi sebagai petani mencoba berbagai jenis tanaman baru yang diharapkan bernilai ekonomi tinggi untuk meningkatkan pendapatan, seperti jati. Jenis pangan lokal banyak yang berkurang bahkan hilang, digantikan jenis baru seperti jagung hibrida yang merupakan bantuan pemerintah. Urea dan herbisida mulai digunakan untuk memperbanyak hasil dan memudahkan teknik bercocok tanam.
Selain petani darat, masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan juga banyak yang beralih menjadi petani rumput laut karena hasil yang menguntungkan secara ekonomi. Namun sejak tahun 2014 hingga saat ini, jumlah petani rumput laut mulai turun secara drastis karena masuknya investasi akomodasi, restoran, café dan fasilitas penunjang pariwisata lainnya. Seiring dengan banyaknya investasi yang masuk, penggunaan transportasi speed boat-pun meningkat drastis, kunjungan wisatawan domestik dan international pun meningkat. Kondisi ini mengganggu pertumbuhan rumput laut yang ada di pantai akibat pencemaran lalu lalang speed boat, limbah domestik yang dialirkan ke laut, cuaca ekstrim (temperatur air laut yang sering berubah drastis dan ombak) yang merusak rumput laut dan kurangnya penanganan pasca panen. Akibat sedikitnya petani rumput laut maka jumlah gulma rumput laut pun terkonsentrasi menyerang rumput laut yang ada saat ini, petani pun lebih sering gagal panen. Kondisi ini juga menyebabkan para petani rumput laut yang awalnya berprofesi sebagai nelayan, kembali menjadi nelayan. Namun hasil tangkapan ikan yang didapat tidak lagi sebanyak dulu.
Para generasi muda cenderung mencari pekerjaan di sektor-sektor pariwisata yang ada di Nusa Penida, minat untuk mengembangkan lahan pertanian maupun lautnya pun sangat kecil karena pendapatan dari sektor pertanian/laut sangat kecil dibandingkan kebutuhan hidup mereka di jaman sekarang. Lambat laun satu per satu lahan mereka mulai dilepas untuk kebutuhan pariwisata dan masyarakat akhirnya menjadi pekerja di tanah nenek moyangnya sendiri. Tantangan lainnya adalah sebagian besar kebutuhan pokok di Nusa Penida harus didatangkan dari Pulau Bali, apabila cuaca ekstrem dan hambatan lainnya yang mengakibatkan kapal-kapal tidak bisa bersandar ke Nusa Penida, maka pulau ini sudah pasti akan mengalami krisis pangan, krisis energi,dan krisis air bersih. Ditambah lagi masyarakat Nusa Penida harus bersaing dengan kera-kera yang mulai turun dari hutan karena kekurangan pangan di habitatnya.
Kondisi tersebut dicoba ditanggapi serius melalui program Ecologic Nusa Penida yang didukung penuh oleh GEF-SGP Indonesia fase VI, agar ketahanan masyarakat di Nusa Penida sebagai pulau kecil dalam mengahadapi desakan globalisasi dan perubahan iklim dapat ditingkatkan. Beberapa hal yang dilakukan dalam program Ecologic Nusa Penida oleh 8 mitra pelaksana sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ditengah desakan globalisasi, diantaranya:
- Pembuatan pangkalan data melalui penggalian potensi desa,
- Perbaikan sistem pertanian darat dan sistem pengolahan pakan ternak sapi,
- Pemurnian bibit dan membangun sistem pengamatan suhu dan keadaan air laut serta pengolahan pasca panen,
- Pendidikan lingkungan dan pengelolaan sampah,
- Pengembangan dan pemasaran produk lokal,
- Pengemasan dan pengembangan ekowisata desa,
- Penghijauan hutan dengan berbagai macam tanaman buah dan kontrasepsi alami untuk kera serta tanaman untuk upakara dan tanaman pewarna alam melalui sistem agroforestry.
- Memaanfaatan energi baru terbarukan sebagai upaya mengurangi penggunaan energi dari bahan fosil,
- Melakukan pemetaan wilayah untuk diusulan menjadi areal kelola konservasi masyarakat dan sebagai hutan adat.
Materi diskusi dapat diunduh di sini