Indonesia memiliki sebaran ekosistem mangrove terluas di dunia, yakni sekitar 20% atau 3,49 juta hektar dari luas total mangrove dunia. Berdasarkan data One Map Mangrove, luas ekosistem mangrove di Indonesia sekitar 2,2 juta hektar yang berada di dalam kawasan hutan dan 1,3 juta hektar di luar kawasan hutan, yang tersebar di 257 kabupaten/kota. Luasnya kawasan ekosistem mangrove diikuti dengan kayanya keanekaragaman hayati (kehati) pada ekosistem tersebut seperti ditemukannya 87 spesies burung di kota Semarang, terbagi menjadi kelompok burung penetap (69 spesies), migran (17 spesies) dan introduksi (1 spesies) serta dapat ditemukan pula aves langka dan dilindungi, reptil, amfibi, hingga mamalia. Ekosistem mangrove juga menjadi tempat hidup bagi lebih dari 75% spesies ikan komersial, tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami. Dapat ditemukan pula beberapa jenis flora di ekosistem mangrove seperti ketapang, nyamplung, akasia, nipah, lamtoro, dan lain sebagainya. Diketahui bahwa nipah berpotensi menjadi sumber pangan karena pada tepung nipah tinggi serat dan rendah kandungan lemak dan kalori.
Ekosistem mangrove yang sehat berfungsi sebagai pencegahan abrasi, menahan badai, menyaring pencemar kasar, tempat hidup serta pemijahan biota laut sehingga mampu menyediakan sumber makanan bagi beberapa spesies yang ada. Hal tersebut menunjukkan manfaat ekologis mangrove bagi masyarakat pesisir Indonesia. Setidaknya terdapat 4 multiusaha mangrove yang dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir secara lestari, yaitu dari kayu mangrove, carbon credits, wisata alam dan hasil hutan non kayu. Dari perspektif mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, hutan mangrove memiliki potensi yang sangat tinggi. Mangrove dapat menyimpan karbon 3-5 kali lebih tinggi daripada hutan terestris lainnya. Secara global, estimasi simpanan karbon pada ekosistem mangrove di dunia rata-rata sekitar 1.023 tonC/ha. Hasil analisis Wahyudi et al. (2018) menunjukkan bahwa rata-rata simpanan karbon sebesar 891,70 ton/ha dengan potensi cadangan karbon total mangrove nasional sebesar 2,89 TtC.
Alih-alih memiliki nilai-nilai strategis tersebut, hampir sekitar 1,82 juta hektar mangrove pada tahun 2018 mengalami kerusakan akibat alih fungsi lahan. Ekosistem mangrove di Indonesia juga terancam terdegradasi mencapai 52 ribu hektar setiap tahun jika tidak segera diselamatkan. Pemerintah sudah sejak beberapa tahun yang lalu memberikan perhatian lebih pada pengelolaan mangrove dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove, kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kebijakan, Strategi, Program dan Indikator Kinerja Pengelolaan Mangrove Nasional.
Tersurat di dalam Permenko 4/2017 penetapan target ekosistem mangrove dengan kategori baik seluas 3,49 juta hektar pada tahun 2045. Sehingga dalam mencapai target tersebut, kementerian/lembaga (K/L) penanggung jawab menyusun rencana aksi pengelolaan ekosistem mangrove dalam program kerja K/L dan pemerintah daerah, bekerjasama dengan lembaga penelitian, universitas, lembaga swadaya masyarakat, organisasi nasional/internasional, BUMN dan pemangku kepentingan lainnya serta masyarakat dalam mengimplementasikan regulasi terkait demi menjaga ekosistem mangrove.
Materi dapat diunduh di sini