Sesuai mandat Perjanjian Paris, pada 19 Oktober 2016 yang ditetapkan melalui Undang-undang (UU) No 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), Pemerintah Indonesia menyusun Nationally Determined Contribution (NDC) pertama, yang menjadi landasan bagi pengembangan kerangka kerja kebijakan, rencana dan program tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Peran aktor non-negara untuk mempercepat tindakan membangun prakarsa kerja sama yang konkret, ambisius dan berkesinambungan juga diakui oleh Pemerintah Indonesia. Aktor non-negara (dunia usaha, kota, wilayah dan entitas sub nasional lainnya, masyarakat sipil, masyarakat adat, pekerja seni, perempuan, pemuda, dan perguruan tinggi) dapat bertindak sebagai entitas individual atau dalam kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya. Termasuk di dalamnya pengusaha yang bergerak dari hulu ke hilir, mengelola hasil produksi tanaman perkebunan kopi, hingga ke tangan konsumen.
Biji kopi adalah jenis komoditas perkebunan yang akan sangat terdampak oleh perubahan iklim. Berdasarkan data dari World Coffee Research (WCR) menyatakan bahwa 32 derajat celsius adalah titik kritis yang tidak mendukung pertumbuhan biji kopi. Dalam laporan yang terbit pada 2017, WCR juga menyimpulkan bahwa 47% produksi kopi kini berasal dari negara-negara yang diprediksi akan kehilangan 60% daerah yang cocok untuk bertani kopi pada 2050. Statistik ini menandakan sekitar 28% tanah pertanian kopi terpapar risiko tak bisa ditanami kopi lagi.
Manusia juga turut menjadi salah satu ancaman bagi tanaman kopi. Dalam memenuhi rantai suplai bagi ketersediaannya sebagai bahan baku pokok produksinya sesuai permintaan konsumen, sering kali perkebunan kopi, dikelola dengan manajemen yang tidak ramah iklim. Seperti menggunakan tehnik deforestasi untuk perluasan lahan perkebunan demi memenuhi kapasitas produksi yang diharapkan. Kondisi yang sejatinya meresahkan, jika terus dibiarkan kenikmatan secangkir kopi setiap hari akan tinggal kenangan.
Agar nusantara tidak mengalami situasi darurat kopi, diperlukan solusi budidaya kopi berkelanjutan berbasis masyarakat yang ramah iklim, dan dapat menjadi salah satu solusi unggulan dalam perbaikan tata kelola lingkungan. Selain itukita perlu mengeksplorasi kemungkinan tata kelola lahan kopi dan manajemen rantai suplai terbaik, agar ketersediaan biji kopi, dapat tetap memenuhi kapasitas permintaan kopi nasional dan internasional.
Para seniman pelukis kopi pun mencoba untuk turut serta berkampanye dan menggugah masyarakat melalui karya mereka, yang bertujuan mengetuktularkan kesadaran dalammemperluas gerakan budidaya kopi berkelanjutan dalam menjaga keberlangsungan kawasan hutan, dengan tetap mempertahankan kualitas kopi di tengah ancaman perubahan iklim yang terus terjadi.