Kayu Kalimantan dari keluarga dipterokarpa seperti meranti, kruing, dan kapur adalah kayu yang populer untuk digunakan untuk konstruksi dan furnitur di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Tidak seperti halnya kayu jati dan mahoni yang diperoleh dari hutan tanaman, kayu di Kalimantan masih dipanen dari hutan alam. Pemanenan yang tidak mengindahkan kaidah kelestarian, mengancam keberadaan hutan alam, termasuk yang di taman nasional. Asia Tenggara adalah kawasan dunia dengan degradasi hutan tropis tertinggi. Khusus di Indonesia, eksploitasi hutan Kalimantan dan Sumatera serta alih fungsi kawasan menyebabkan 50-60% kawasan hutan hujan tropis Indonesia rusak dan terfragmentasi. Oleh sebab itu sumber kayu Kalimantan perlu dialihkan dari hutan alam ke hutan tanaman.
Pusat Litbang Hutan telah mengembangkan IPTEK penanaman meranti dan membangun sejumlah model hutan tanaman (Carita, Banten, Haurbentes), dan yang terbaru menggunakan bahan tanaman asal stek dan asal biji yang dibangun di Gunung Dahu, Bogor pada tahun 1997. Kondisi ekologi Jawa Barat dan Banten, dengan curah hujan tinggi dinilai lebih sesuai untuk penanaman dan konservasi meranti. Model hutan tanaman meranti di Gunung Dahu, telah menghasilkan jasa lingkungan berupa kawasan wisata alam, dan memperbaiki tata air setempat.
Tujuan dari pembangunan hutan tanaman meranti yang berasal dari perbanyakan generatif dan vegetatif dengan menggunakan KOFFCO system adalah untuk menjadi acuan bahwa membangunan hutan tanaman meranti di Jawa adalah feasibel dan sekaligus menjadi model mitigasi perubahan iklim. Secara ekonomis, kayu meranti sudah dikenal luas baik pada pasar domestik maupun internasional, sebagai komoditi perdagangan yang sangat menjanjikan bahkan dibandingkan dengan kayu jenis pohon cepat tumbuh. Terlebih lagi, kemampuan hutan hujan tropis untuk menyerap karbon dapat membantu mitigasi perubahan iklim yang diakibatkan manusia.