Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis, 14 Februari 2019. Berbicara tentang perubahan iklim juga berbicara soal keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati sangat sensitif terhadap perubahan iklim. Kita sudah melihat dampaknya terhadap ekosistem dimana perubahan iklim yang mempengaruhi kestabilan alam bermuara pada hilangnya keanekaragaman hayati. Kenaikan suhu bumi akan membuat beberapa jenis spesies berada diluar batas toleransi suhu maksimumnya sehingga tidak mampu bertahan dan kemudian menjadi rentan terhadap kepunahan. Mempertahankan dan memulihkan keanekaragaman ketahanan terhadap tekanan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Dalam rangka mendorong pengembangan perlindungan biodiversitas dan sosial untuk skema mitigasi iklim, diperlukan desain insetif yang mencakup aturan dan kebutuhan dana untuk keanekaragaman hayati dan pemberdayaan masyarakat. Diskusi pojok iklim kali ini akan membahas bagaimana penanganan perubahan iklim dalam konteks konservasi keanekaragaman hayati beserta desain insetif yang efektif untuk diterapkan demi mengembangkan perlindungan biodiversitas dari sosial untuk mitigasi iklim.
Diskusi ini mengundang beberapa narasumber antara lain: Prof. Dr. Ani Mardiastuti selaku Guru Besar Fakultas kehutanan Institut Pertanian Bogor, Zahru Muttaqin, Ph.D selaku Peneliti Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi KLHK, serta Dr. Dolly Priatna selaku Kepala Departemen Konservasi Lanskap APP Sinarmas.
Zahrul Muttaqin menyampaikan bahwa konservasi biodiversitas merupakan bagian dari penyediaan jasa lingkungan. Biomassa merupakan sesuatu yang berbanding lurus dengan stok karbon jadi ketika kita kehilangan pohon juga kehilangan stok karbon, jika stok karbon hilang melalui deforestasi, jasa lingkungan juga berkurang. Carbon stock dan biodiversity, 2018 memulai bekerjasama dengan PJL dan JICA untuk mencari hubungan antara stok karbon dan jasa lingkungan yang ada di ekosistem.
Disinilah salah satu bentuk upaya insentif dalam hal biodiversitas, konservasi karbon dan keanekaragaman hayati. Skema pendanaan tidak hanya REDD tapi ada PES, contohnya untuk adopsi pohon. Ujar Zahrul.
Kerjasama hibah, bisa dijadikan peluang pada private sector bisa mendapatkan keuntungan, konservasi bisa diuangkan, profit sekian dari konservasi bisa diambil. Non carbon benefit: the rule of conservation dalam REDD+, belum sedetil konservasi dan degradasi dan juga kelemahan basis data konservasi yang kurang terintegrasi. Zahrul menambahkan.
Dolly menyampaikan kebijakan konservasi hutan 2012 sudah mengarah kepada produksi yang sustainable. Misalnya mitigasi dan perubahan iklim dan komunikasi zero deforestation. Tidak menggunakan kayu alam sebagai bahan baku.
Melindungi hutan alam, mengelola kawasan gambut, dan bagaimana mengontrol pasokan dari global serta mengimplementasikan kebijakan konservasi hutan yang terintegrasi yaitu dengan meningkatkan kawasan lindung dari 15% menjadi 27%. Ujar Dolly.
Kebakaran hutan pada tahun 2015, menghabiskan Sumber daya yang tidak sedikit dimana 0,06% kawasan yang terdampak kawasan hutan (data dippt). Dalam restorasi masyarakat bekerjasama dengan P3SEKPI KLHK dan mencapai 8000 ha untuk mengembalikan pohon langka yang telah hangus serta kehilangan satwa gajah dan orang-utan.
Prof. Ani menyampaikan dampak dari perubahan iklim. Dampak langsung diantaranya yaitu, temperature dan sea level naik. Sedangkan dampak tidak langsung diantaranya: cuaca ekstrim, pola cuaca semakin tidak terprediksi, produktivitas akan turun, pola waktu berubah, coral mati." Ujar Prof. Ani.
"Dalam mengurangi dampak dari perubahan iklim ini dapat dilakukan dengan mitigasi, yaitu penanaman pohon lalu kalau sudah dilakukan perlu adaptasi." tambah Prof. Ani.