Pola hidup berkelanjutan (sustainable living) sebagai salah satu usaha mitigasi perubahan iklim sejatinya sudah menjadi bagian dari ajaran setiap agama dan kepercayaan. Hal ini dikarenakan pola hidup yang boros bisa meningkatkan emisi gas rumah kaca dan berdampak pada perubahan iklim. Untuk itu, ajaran pola hidup berkelanjutan dapat diawali dari para pemeluk agama dan kepercayaan.
Saat ini konsumsi global untuk berbagai sumber daya seperti air, energi, dan pangan terus meningkat. Padahal, kemampuan alami bumi untuk memproduksi sumber daya yang dibutuhkan lebih rendah. Namun di sisi lain, ada persoalan pola hidup boros yang masih dilakoni. Untuk pangan misalnya, ada sisa pangan hingga 1,3 miliar ton setiap tahunnya yang terbuang tidak dikonsumsi. Selain itu di saat banyak negara maju boros penggunaan energi listrik, masih banyak manusia yang bahkan tidak bisa mengaksesnya karena kemiskinan.
Demi mendorong pola hidup berkelanjutan bagi pemeluk agama dan kepercayaan, para pemuka agama dari berbagai negara akan meluncurkan inisiatif pola hidup berkelanjutan pada konferensi para pihak (COP) Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) ke 23 di Bonn, Jerman, November mendatang. Walau tidak mudah, diharapkan inisiatif ini dapat menyelamatkan umat manusia dari bencana perubahan iklim.